Pura Goa Giri Putri Nusa Penida

DI Bali, banyak terdapat goa yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Dalam salah satu goa di Nusa Penida, ada Pura Goa Giri Putri. Keunikan apa saja yang bisa disimak dari keberadaan pura Kahyangan Jagat yang terletak di Dusun Karangsari, Desa Pakraman Suana, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung ini?

Konon, di zaman Neolithikum dulu manusia hidup tanpa norma, tanpa kaidah, hingga berlaku suatu pola normatif homo-homini lupus -- manusia satu menjadi "serigala" bagi manusia yang lain, lantas berlaku hukum rimba, siapa kuat dia menang. Tiap orang berusaha mempertahankan hidup dari keganasan alam, seperti amukan binatang buas, hujan lebat, terjangan angin, dan sengatan sinar mentari. Lalu mereka perlu tempat perlindungan dan reproduksi keturunan demi keberlangsungan hidup. Selain penggunaan goa seperti itu, goa juga konon dijadikan tempat bertapa untuk memohon anugerah langsung dari para dewata.

Dalam goa umumnya terdapat aliran sungai, kelelawar, ular, dan stalagnit (endapan menyerupai batu tumbuh dari bawah goa mengarah ke langit-langit goa) maupun stalagtit (endapan yang menyerupai bebatuan, muncul dari dinding/langit-langit goa mengarah ke lantai goa). Dalam perkembangannya, manusia memikirkan pola kehidupan baru dengan pola permukiman tetap serta dukungan teknologi yang kian canggih agar mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Meski kehidupan kian modern, namun kenyataan menunjukkan bahwa tradisi prasejarah atau kebudayaan di dalam goa tetap eksis dengan fungsi yang terus berkembang atau berubah.

Kata "giri" itu sendiri artinya gunung, pegunungan atau bukit, sementara "putri" berarti wanita. Dalam konsep ajaran Hindu, "putri" yang dimaksud adalah nama simbolis bagi kekuatan Tuhan, memiliki sifat keibuan atau kewanitaan. Jadi Goa Giri Putri adalah sebuah ruang atau rongga dengan ukuran tertentu sebagai tempat bersemayam kekuatan Tuhan dalam manifestasinya berupa wanita (disebut Hyang Giri Putri), tiada lain adalah salah satu sakti dari kekuatan Tuhan dalam wujud-Nya sebagai Siwa. Di sini, Giri Putri adalah nama yang diberikan pada salah satu goa terbesar yang berada di Pulau Nusa Penida.

Tiga Pura

Pada Purnama Kalima Wraspati Kliwon Klawu, 25 Oktober 2007, merupakan puncak Karya Agung Mamungkah Ngenteg Linggih, Mapeselang Prayungan, lan Pedanan-danan. Piodalan di pura yang di-empon oleh 210 KK Krama Desa Pakraman Karangsari ini dilakukan tiap tahun, yakni pada Purnama Kadasa. Jika masyarakat Bali ingin bertirtayatra ke sana, maka tiga pura utama yang menjadi tujuan adalah Pura Giri Putri, Pucak Mundi, dan Dalem Ped. Biasanya mereka bermalam di Dalem Ped lantaran tempatnya lebih luas, fasilitas mandi dan buang hajat memadai. Pedagang pun banyak, dan suhu udara relatif tak terlalu dingin.

Berdasarkan hasil pengukuran Tim Pengabdian Dosen FT Universitas Warmadewa, Agustus 2007, Goa Giri Putri berada pada ketinggian 150 meter di atas permukaan laut, dengan panjang total lebih kurang 262 meter. Ia memiliki empat bagian besar tempat persembahyangan yakni sebuah di luar goa atau pintu masuk dan tiga di dalam goa (depan, tengah, dan belakang). Sebelum 1990, Goa Giri Putri hanyalah sebuah goa yang dijadikan objek wisata lokal, terutama pada hari Raya Galungan dan Kuningan. Air yang berada di dalam goa dijadikan tirta oleh masyarakat Karangsari dalam rangka upacara Panca Yadnya.

Hingga saat ini belum ditemukan prasasti maupun sumber resmi yang memuat tentang Goa Giri Putri, sehingga belum diketahui kapan dan oleh siapa Goa Giri Putri dibangun. Yang jelas goa ini adalah peninggalan Zaman Prasejarah (Hindu), terus hidup dan dipelihara sampai sekarang. Pada 1990, Gubernur Bali saat itu (Prof. Dr. Ida Bagus Mantra) pernah mengadakan kunjungan ke Nusa Penida dan singgah di Goa Giri Putri, memberikan motivasi kepada masyarakat di situ untuk menjaga keberadaan Goa Giri Putri, baik sebagai objek wisata spiritual maupun sebagai tempat persembahyangan. Sejak itulah didirikan sejumlah palinggih tempat pemujaan. Goa itu kemudian diberi nama Goa Giri Putri.

Kondisi fisik Goa Giri Putri pada 1990-an dibanding kondisi sekarang, tampak beda. Dulu goa sangat "mengerikan", gelap, lantai dasar licin, tirta melimpah, dan belum banyak pengunjung. Kini, sebaliknya, terang benderang, lantai dasar tak begitu licin lantaran beberapa bagian sudah dipelester, pun telah tersedia beberapa tangki air. Pintu masuk goa tetap relatif sempit -- hanya dapat dimasuki satu orang saja.

Petunjuk "Niskala"

Sebagaimana ditulis dalam buku "Selayang Pandang Pura Giri Putri" dan diceriterakan oleh I Nyoman Dunia selaku Bendesa Adat serta mangku gede Pura Giri Putri, secara keseluruhan ada 13 buah palinggih di situ dengan berbagai wujud arsitektur dan bahan bangunan. Jika hendak bersembahyang ke Pura Giri Putri, begitu turun di pelataran parkir lantas menyeberang jalan, orang sudah berhadapan dengan jalan berundak-undak. Setelah tiba di atas atau di halaman luar goa, orang akan menjumpai palinggih pertama berbentuk Padmasari, tepat berada di samping kanan depan mulut goa.

Berdasarkan petunjuk niskala yang diterima oleh Ida Pandita Dukuh Acarya Daksa dari Padukuhan Samiaga, Penatih, Denpasar menyebutkan, di palinggih pertama yang dipuja adalah kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Hyang Tri Purusa menurut ajaran Siwa Sidhanta. Terdiri atas Paramasiwa (Nirguna-Brahman), Sadasiwa (Saguna-Brahman), dan Siwatma (Jiwatman). Lalu di sebelah kiri pintu masuk goa ada Hyang Ganapati berwujud Lingga Cala dari bahan batu karang sebagai penjaga pintu masuk goa. Di halaman depan goa juga dilengkapi dengan bangunan penunjang sebagai tempat pesandekan atau menerima tamu.

Bila usai bersembahyangan di palinggih Tri Purusa, orang segera dapat memasuki Goa Giri Putri. Biasanya orang yang baru datang pertama kali ke tempat ini akan merasa takut atau waswas mengingat mulut goa sangat kecil, hanya bisa dilalui satu orang saja. Namun itu hanya berjarak sekitar tiga meter, setelah melewati itu, orang-orang akan tercengang dan takjub, karena tidak menyangka sebelumnya bahwa rongga goa sangat lebar dan tinggi serta bisa menampung sekitar 5.000 orang. Tatkala terowongan kecil dilewati, orang akan dapat melihat dua palinggih di dalam bagian depan goa.

Palinggih ketiga, Hyang Sapta Patala, berupa Padmasari dengan perwujudan Naga Basuki di bagian ulon. Hyang Naga Basuki adalah salah satu manifestasi Hyang Widhi Wasa dengan sifat penolong, penyelamat dan pemberkah kemakmuran, diwujudkan dalam bentuk naga bersisik emas berkilauan, penuh pernik mutiara, serta senantiasa berupaya tetap menjaga keseimbangan alam bawah (pertiwi) demi kesejahteraan umat manusia beserta makhluk lainnya. Di samping kanan Hyang Naga Basuki ada palinggih keempat, Pengayengan Ratu Gede berwujud Lingga Cala. Dengan demikian goa ini berfungsi sebagai tempat memohon keselamatan dan ketenteraman umat manusia.

Selanjutnya di bagian tengah-tengah goa dijumpai lima palinggih -- tiga di bawah dan dua di atas. Palinggih di bagian bawah sebelah utara berwujud Padmasari, stana Hyang Giri Pati/Siwa. Di sebelah kiri Padmasari ada panyineban Ida Bhatara berwujud Gedongsari. Lalu di bagian bawah selatan ada tempat palukatan dari Hyang Dewi Gangga, dan palinggih Hyang Tangkeb Langit di sebelah barat tangga yang berwujud gedong masif. Sebelum melakukan persembahyangan, di tempat ini wajib melakukan palukatan dasa mala dengan memohon kepada Hyang Giri Putri, Dewi Gangga, dan Hyang Giri Pati agar secara lahir dan batin terlepas dari hal-hal negatif.

Di bagian tengah atas agak ke pinggir ada palinggih Hyang Giri Putri berwujud Padmasari dengan palinggih Pengaruman di samping kiri sebagai tempat men-sthana-kan simbol Dewa-dewi berupa arca dan rambut sedana, serta di sisi kanan ada sumber air suci. Yang unik, keberadaan palinggih ini di tengah-tengah atas dinding goa, agar bisa tangkil orang mesti menaiki tangga baja yang terbuat dari bahan plat mobil. Di bagian dalam dengan jarak sekitar tujuh meter, ada Payogan (peraduan) Hyang Giri Putri - Hyang Giri Pati yang berwujud Padmasari.

Di tempat ini masyarakat biasanya melakukan tapa, yoga dan semadi. Bagian inti goa ini dikelilingi ornamen-ornamen alam yang unik seperti ada taman tirta, warna-warni dinding goa (stalagnit dan stalagtit) diselingi dentingan percikan air dari langit-langit goa dan suara kelelawar. Tempat ini merupakan sthana Hyang Giri Putri sebagai pengendali kekuatan-kekuatan yang ada di dalam goa. Di sinilah orang dapat memohon penyembuhan penyakit melalui percikan tirta suci oleh pemangku atau pangelingsir.

Kemudian pada bagian ujung barat goa ada empat palinggih. Satu berwujud Padmasari sebagai sthana Hyang Siwa Amerta/Mahadewa, sebuah Gedongsari sthana Hyang Sri Sedana/Ratu Syahbandar, sebuah patung Dewi Kwam Im, serta altar Dewa Langit. Semua itu merupakan Dewa Pemurah, Pengasih dan Penyayang serta Dewa-dewi Kemakmuran. Di bagian ini para pamedek dapat melihat dengan jelas pancaran sinar matahari dan indahnya alam sekitar khususnya Gunung Kila (Pura Semuhu) di kejauhan.

Sekarang di bagian ini sudah ada bangunan pendukung (toilet), dilengkapi tangga sebagai sarana keluar goa. Bagian ini jelas memperlihatkan terjadi perpaduan konsep Siwa-Buda di Pura Goa Giri Putri sebagaimana halnya yang biasa terjadi di pura-pura besar lainnya di Bali. Sebenarnya, di dalam Goa Giri Putri ini masih banyak terdapat onggokan (Lingga Cala) batu karang besar dan kecil serta goa-goa kecil di kiri-kanan dinding goa, sehingga kemungkinan besar jumlah palinggih juga akan terus bertambah.

credit : www.parisada.org

Pura Dalem Penataran Peed Nusa Penida

PURA Dalem Penataran Peed di Nusa Penida itu adalah pura untuk memuja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai pencipta Purusa dan Pradana. Purusa itu adalah kekuatan jiwa atau daya spiritualitas yang memberikan napas kehidupan pada alam dan segala isinya. Pradana adalah kekuatan fisik material atau daya jasmaniah yang mewujudkan secara nyata kekuatan Purusa tersebut.

Karena itu umat Hindu berbondong-bondong rajin bersembahyang ke Pura Dalem Penataran Peed untuk mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya spiritual maupun daya fisikal. Karena hanya keseimbangan peran dan fungsi rohani dan jasmani itulah hidup yang harmonis di bumi ini dapat dicapai.

Pemujaan Tuhan sebagai pencipta unsur Purusa dan Pradana ini divisualkan dalam wujud pemujaan di Pura Dalem Penataran Peed. Visualisasi itu merupakan perpaduan konsepsi Hindu dengan kearipan lokal Bali. Di Pura Dalem Penataran Peed ini terdapat dua arca Purusa dan Predana dari uang kepeng yang disimpan di gedong penyimpenan sebagai pelinggih utama di Pura Dalem Penataran Peed. Arca Purusa Predana inilah yang memvisualisasikan kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan waranugraha keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik material (Predana).

Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala simbol kekuatan fisik material berupa ruang dan waktu. Bhuta itu membentuk ruang dan Kala adalah waktu. Waktu timbul karena ada dinamika ruang. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohini dan berputra Dalem Sahang. Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jambu Dwipa — kompyang dari Dukuh Jumpungan.

Dukuh Jumpungan itu lahir dari pertemuan Batara Guru dengan Ni Mrenggi, dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru berupa awan kabut yang disebut limun. Karena itu disebut Hyang Kalimunan. Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi manusia. Setelah digembleng berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian, dan oleh Hyang Tri Murti terus diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan. Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal I Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.

Ratu Gede Nusa ini berpenampilan bagaikan Batara Kala. Menurut penafsiran Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur yang dimuat dalam buku hasil penelitian Sejarah Pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain menyatakan sbb: saat Batara di Gunung Agung, Batukaru dan Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali diiringi oleh seribu lima ratus (1.500) orang halus (wong samar).

Lima ratus wong samar itu dengan lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas wara nugraha Batara di Gunung Agung. Batara di Gunung Agung memberi wara nugraha kepada Ratu Gede Nusa atas tapa brata-nya yang keras. Atas tapa brata itulah Batara di Gunung Agung memberi anugrah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia Bali yang tidak taat melakukan perbuatan baik dan benar sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Di Pura Dalem Penataran Peed ini Ida Batara Dalem Penataran Peed dipuja di Pelinggih Gedong, sedangkan Pelinggih Ratu Gede Nusa berada areal tersendiri di barat areal Pelinggih Dalem Penataran Peed. Pelinggih Dalem Penataran Peed ini berada di bagian timur, sedangkan Pelinggih Padmasana sebagai penyawangan Batara di Gunung Agung berada di bagian utara dalam areal Pura Dalem Penataran Peed. Di Pura Dalem Penataran Peed ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi.

Dengan demikian Pura Dalem Penataran Peed itu sebagai Pemujaan Siwa Durgha dan Pemujaan Raja disebut Pura Dalem. Sedangkan disebut sebagai Pura Penataran Peed karena pura ini sebagai Penataran dari Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha. Artinya, Pura Penataran Peed ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari fungsi Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha.

Di pura inilah bertemunya unsur Purusa dari Batara di Gunung Agung dengan Batari Uma Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur ciptaan Tuhan inilah yang akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut Rambut Sedhana. Baik sarana hidup untuk memajukan kesejahteraan maupun sarana untuk mempertahankan kesehatan dan menghilangkan berbagai penyakit.

Upacara pujawali di Pura Dalem Penataran Peed ini dilangsungkan pada setiap Budha Cemeng Klawu. Hari Budha Cemeng Klawu ini adalah hari untuk mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan yang disebut Pujawali Batari Rambut Sedhana. Pada hari ini umat Hindu diingatkan agar uang itu digunakan dengan baik dan setepat mungkin. Uang itu sebagai alat untuk mendapatkan berbagai sarana hidup agar digunakan dengan seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya. Uang itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup mewujudkan Dharma, Artha dan Kama sebagai dasar mencapai Moksha.

Berdasarkan adanya Pelinggih Manjangan Saluwang di sebelah barat Tugu Penyimpanan dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Peed ini sudah ada sejak Mpu Kuturan mendampingi Raja memimpin Bali. Pura ini mendapatkan perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman kepemimpinan Dalem di Klungkung.

credit : www.pustakahindu.info

Jalur Penyebrangan Ke Pulau Nusa Penida

Nusa Penida adalah sebuah pulau (nusa) yang terletak di sebelah tenggara Bali yang dipisahkan oleh Selat Badung. Di dekat pulau ini terdapat juga pulau-pulau kecil lainnya yaitu Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.

Nusa Penida dapat dijangkau dari beberapa jalur laut yaitu :

1. Pelabuhan Sanur dengan menggunakan perahu tradisional yang sering disebut Jukung dan akan berlabuh di pelabuhan Dermaga. Tarif penyeberangan melalui jalur ini sebesar Rp. 30.000 per orang.

2. Pelabuhan Kusamba dengan menggunakan Jukung dan akan berlabuh dipelabuhan Toya Pakeh. Tarif yang dikenakan sebesar Rp. 20.000 per orang.

3. Pelabuhan Banjar Bias dan Tri Buana dengan menggunakan Jukung dan akan mendarat di pelabuhan Mentigi. Tarif yang dikenakan sebesar Rp. 20.000 per orang.

4. Pelabuhan Padang Bai dengan menggunakan Bout atau bisa juga menggunakan Kapal Roro Nusa Jaya Abadi. Untuk Bout dikenakan Tarif Rp. 19.000 per orang. Sedangkan tarif kapal Roro adalah Rp.15.000 per orang.

Sebagian besar penyebrangan dilakukan hanya sekali jelan dalam sehari. Jika memilih melakukan penyebrangan pagi hari sekitar jam 7 sampai jam 9 maka pilihanya adalah pelabuhan sanur , tri buana dan banjar bias sedangkan untuk siang hari bisa menggunakan kapal roro yang berangkat sekitar jam 2 sama seperti keberangkatan jukung di kusamba. Jika memilih menggunakan bout, keberangkatan tergantung dari penumpang atau tidak tentu.

NB: Harga tiket dapat berubah sewaktu waktu

credit : noesabamboo.blogspot.com